Bali Headline – Makna upacara Nilapati di Bali dijelaskan oleh Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, memiliki makna menuju ke alam kosong (sunia).
“Karena kata sendiri Nila berarti kosong atau sunia. Sedangkan kata Pati, berarti raja atau mulia dan agung. Sehingga Nilapati berarti menuju tempat sunia yang maha mulia nan agung,” jelas ida
Maksudnya adalah menyatu dengan sang pencipta atau disebut dengan moksa. “Karena sesungguhnya tujuan agama Hindu adalah Moksartham Jagadhita ya Ca Iti Dharma,” sebut beliau.
Artinya menuju ke alam kebahagiaan. Sebab menyatu dengan Brahman atau di Bali disebut Bhatara Hyang Guru. Maka di dalam pelaksanaan upacara Nilapati, daksina linggih yang menyimbolkan Bhatara Hyang kemudian di-pralina.
Pralina tersebut dengan cara membakarnya. Kemudian abunya dimasukkan ke dalam kelapa gading yang muda (bungkak nyuh gading) lalu ditanam di belakang palinggih Rong Tiga. Hal ini menyimbolkan bahwa Dewa Pitara atau Hyang Pitara dijadikan konsep menuju nol atau kosong (sunia).Yaitu konsep tertinggi.
“Nah untuk menjadikan konsep kosong atau nol ini, maka Bhatara Hyang yang telah disucikan kini dilinggihkan atau ditempatkan di ruang paling tengah dari palinggih Rong Tiga,” jelas beliau.
Baca juga: Tradisi Sanggah Gedebong Ungkapan Rasa Syukur Warga
Ruang tengah itu, kerap disebut ruang Raganta. Maka setelah upacara Nilapati serta ngalinggihan (meletakkan) di rong tengah (ruang tengah dari sebuah pelinggih di merajan). Biasanya kedudukannya lebih tinggi dari kedua rong yang ada di samping kanan dan kiri.
“Maka beliau kini dianggap sudah menjadi Bhatara Hyang Guru,” sebut pensiunan dosen Unhi ini. Dengan harapannya bahwa Hyang Pitara bisa menyatu dengan Brahman.
Oleh karena itu, biasanya orang yang meninggal. Bila telah melakukan upacara Nilapati. Maka nama sewaktu mereka masih hidup, tidak boleh disebut-sebut atau dipanggil-panggil lagi.
“Karena beliau sudah dijadikan nol. Atau menyatu dengan Brahman. Maka beliau disebut Bhatara Hyang Guru,” jelas ida.
Sedangkan dalam lontar Tattwajnana, disebutkan bahwa Bhatara Guru identik atau sama dengan Siwa yang artinya Brahman. “Ini berarti telah manunggalnya Atman dengan Brahman,” imbuh beliau.
Sebab pada dasarnya umat Hindu di Bali percaya bahwa untuk pencapaian akhir dari agama Hindu. Bukan terbatas pada swargha (surga) tetapi lebih tinggi lagi, yaitu Moksa.
“Hal ini sesuai dengan tujuan agama Hindu yaitu Moksartam Jagathita ya ca iti Dharma. Kebahagiaan lahir batin baik dunia dan akhirat,” imbuh beliau.
Berdiskusi tentang ini post