Bali Headline – Ketika mendengar kata Hidden Strawberry Garden, pasti terbayang kebun strawberry layaknya di film-film dan menariknya kebun strawberry itu sudah ada di Bali. Tepatnya berlokasi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali.
Sesuai dengan namanya Hidden Strawberry Garden, ternyata memang menyembunyikan potensi pertanian yang masih tertidur. Dengan spirit tersebut, Gandhi, inisiator Hidden Strawberry Garden menjelaskan dari akar hingga ujung perjalanan bisnis agrowisata tersebut.
Tidak disangka, inisiator Hidden Strawberry Garden ini masih berusia 23 tahun dan telah berhasil mendorong petani daerah Buleleng, khususnya Sukasada untuk mengembangkan potensi dari Hidden strawberry Garden ini.
“Jika kita mampu melihat sektor pertanian dari kacamata luas, ada banyak hal yang bisa kita kreasikan dari hulu (budidaya) sampai hilir (pasca panen). Jadi intinya pertanian itu suatu pekerjaan menyenangkan atau tidak membosankan, dan menguntungkan pastinya jika mampu melihat peluang pasar” jelasnya.
Gandhi menjelaskan dengan bersemangat dan kerja kerasnya, Ia pun yang berasal dari keluarga petani dan latar belakang pendidikan pertanian sejak 2016. Berusaha sepenuh tenaga, Gandhi membantu para petani di daerah Sukasada untuk bangkit.
Dengan passionnya di bidang pertanian, besar harapan Gandhi agar pertanian di Indonesia, khususnya Bali berevolusi menjadi lebih baik. Ia menekankan bahwa revolusi ini akan mengantar petani menjadi sebaik mungkin sehingga pasar (konsumen) yang mendatangi para petani.
Baca juga: 5 Fakta Patung GWK, yang Memanjakan Mata Wisatawan
Awal Mula Agrowisata Hidden Strawberry
Gandhi mengaku untuk membangun sebuah agrowisata bukanlah PR yang mudah. Berbagai tantangan, seperti sepinya pengunjung, fasilitas yang harus terus ditingkatkan, inovasi produk dan program adalah level tantangan tersendiri.
Awalnya para petani juga cukup ragu ketika diajak untuk bergabung dengan bisnis agrowisata ini. Akhirnya, setelah mendapat beberapa jaringan petani yang bergabung, Gandhi menyebutnya dengan inisiator. Dengan hasil yang mulai terlihat, petani yang awalnya hanya beberapa, bertambah menjadi 23 orang. Menyadari semakin bertambahnya peminat, Gandhi kemudian menciptakan “Kelompok Tani Segening”.
Konsep yang diterapkan kawasan agrowisata ini pun terbilang unik. Dimana adanya pembagian kawasan menjadi beberapa kawasan kecil. Serta nantinya di setiap kawasan akan diberikan nomor atau petani, yang membantu mengarahkan konsumen dan mempersiapkan petani dalam menyambut konsumen. Sistem ini berputar seperti estafet, sehingga setiap petani mendapat gilirannya masing-masing.
“Karena pada masa sebelum pandemi rata-rata kami dikunjungi 5 group per harinya dan akan meningkat sebanyak 2-7x lipat di hari raya, hari libur dan weekend,” jelas Gandhi
Kondisi Hidden Strawberry Saat Pandemi
Namun saat masa pandemi sekarang ini juga menyebabkan tingkat pengunjung menurun. Kendati demikian, Gandhi dan timnya menggunakan masa ini untuk melahirkan olahan-olahan baru berbahan strawberry. Salah satu inovasi Hidden Strawberry Garden adalah strawberry wine. Minuman ini merupakan fermentasi dari buah Strawberry yang disebut SOGGRA.
Harga layanan dan produk dari Hidden Strawberry Garden pun bervariasi. Untuk tiket masuk saja, pengunjung hanya dikenai biaya 10 ribu rupiah dan pengunjung sudah dapat menikmati welcome drink berupa strawberry juice ketika musim panen tiba.
Untuk memetik strawberry sendiri, pengunjung dapat membayar sebesar 50 ribu rupiah/kilogram. Sedangkan SOGGRA dipatok dengan harga 70 hingga 130 ribu rupiah, tergantung ukurannya. Tidak hanya strawberry, pengunjung dapat memetik tanaman lainnya, seperti sayur, labu herbal, dan tanaman hias.
Selain itu, demi mempertahankan pengalaman konsumen, Gandhi dan timnya memastikan bahwa strawberry dalam keadaan siap panen. Jika strawberry sedang tidak masa panen, Gandhi dan para petani dengan berat hati tidak akan menerima pengunjung. Dijelaskan bahwa membutuhkan 3 hari agar strawberry dapat berbuah kembali.
Harapan Gandhi dan Hidden Strawberry Garden
“Potensi untuk pengembangan usaha pertanian Bali masih sangat tinggi dan masih belum tergarap secara optimal, khususnya pada pasca panen hasil pertanian,” jawaban pertama Gandhi ketika ditanya potensi pertanian di Bali dari kacamatanya.
Ia percaya, teknologi dapat membantu pengembangan pangan dari hulu hingga hilir. Apalagi generasi Z dan milenial paling dekat dengan teknologi. Jika saja teknologi dipadukan bersama pertanian, maka ada banyak hal dapat dilakukan.
“Setiap wilayah punya potensinya masing-masing, tinggal bagaimana kita mau peka terhadap lingkungan sekitar dan mau berkreasi dengan sumber daya yang dimiliki untuk menjadikannya sebagai peluang usaha” pungkasnya.
Berdiskusi tentang ini post